After-School Restraint Collapse, Saat Anak Berubah Nakal Sepulang Sekolah

After-School Restraint Collapse, Saat Anak Berubah Nakal Sepulang Sekolah

Di sekolah, guru menyebut anak sebagai murid yang baik dan tidak pernah membuat ulah atau menimbulkan masalah. Namun, saat sudah di rumah, anak berubah menjadi nakal dan tidak bisa dikendalikan.

Marah, berteriak-teriak, bahkan bertengkar dengan saudaranya sudah menjadi makanan sehari-hari dan bukan hal yang aneh lagi. Bagaimana ini bisa terjadi?

Kondisi saat anak berubah menjadi nakal, padahal dikenal sebagai anak baik di sekolah disebut dengan after-school restraint collapse.

Menurut Andrea Loewen Nair, konselor dan pendidik parenting yang menciptakan istilah tersebut, hal itu memang sangat mungkin terjadi. Ini karena anak melepaskan emosi yang sebenarnya ketika berada di tempat yang aman, yaitu rumah.

“Anak-anak yang lebih sensitif dan intens, serta mereka yang kesulitan belajar dan keterampilan sosial, akan lebih mungkin terkena dampaknya,” kata Vanessa Lapointe, pendidik parenting dan psikolog.

 

After-School Restraint Collapse Wajar Terjadi pada Anak

After-school restraint collapse atau dalam bahasa Indonesia bisa diartikan sebagai “runtuhnya pengendalian diri setelah sekolah” ini, terjadi setelah anak “menahan” emosinya sepanjang hari di sekolah.

Peraturan di sekolah dan kelas dapat berdampak besar pada anak yang masih belajar bagaimana berinteraksi satu sama lain dan mengikuti instruksi sambil menyerap pelajaran dan bersosialisasi.

Jadi, Tidak mengherankan jika begitu dia menginjakkan kaki di ambang pintu rumah, Itulah mengapa setelah pulang ke rumah, anak akan bertingkah atau menunjukkan emosi yang meluap-luap.

After-school restraint collapse paling sering terjadi pada anak-anak berusia 12 tahun ke bawah. Hal ini disebabkan oleh perkembangan otak yang mampu melakukan banyak hal pada usia yang begitu muda.

Sikap ini dapat berlangsung sepanjang tahun ajaran, tetapi lebih sering terjadi pada beberapa bulan pertama sekolah. Setelahnya, anak sudah bisa menyesuaikan diri dengan perubahan, dan merasa kurang terbebani secara fisik dan emosional.

Apa yang Bisa Orang Tua Lakukan untuk Mengatasinya?

Memarahi dan memaksa anak untuk tidak marah-marah dan berubah menjadi anak nakal sepulang sekolah, bukanlah pilihan. Berikut ada beberapa cara yang bisa dilakukan oleh para orang tua.

1. Luangkan Waktu Berdua dengan Anak Sebelum Sekolah

Vanessa menyarankan untuk memulai mengatasi after-school restraint collapse pada anak sejak pagi hari.

“Cobalah luangkan waktu 15 menit lebih awal setiap hari sehingga Anda memiliki sedikit waktu untuk benar-benar terhubung dengan anak sebelum mengirimnya ke sekolah,” jelasnya.

Menghabiskan waktu ekstra bersama di pagi hari ini dapat membantu memudahkan anak merasa lebih terikat dengan orang tuanya.

2. Bantu Anak Mengeluarkan Perasaannya

Terkadang, waktu berkualitas di pagi hari tidak dapat sepenuhnya mencegah hari-hari sulit bagi anak. Jika kamu merasakan anak akan “meledak”, Vanessa bilang pilihan yang terbaik adalah meminta anak untuk melakukannya.

“Anda bisa mengatakan, 'Ibu tahu kamu mengalami kesulitan hari ini. Jika kamu mau berteriak, sekaranglah waktunya untuk mengeluarkannya.' Jadi , anak dalam tingkat bawah sadarnya percaya kamu bisa mengendalikan dirinya,” jelasnya.

Masih menurut Vanessa, anak yang berada di ambang kehilangan kendali akan merasa lega ketika menyadari ada orang lain yang memegang kendali atas dirinya. Jadi sebelum anak kehilangan kemampuan untuk mendengar perkataan orang tuanya, beri tahu bahwa dia didengarkan.

3. Bersantailah Sesampainya di Rumah

Saat anak pulang dari sekolah, sebagian orang tua mungkin ingin bertanya tentang kegiatan anaknya di sekolah. Namun, itu mungkin hal terakhir yang ingin didengar oleh anak untuk sementara waktu.

“Beri anak waktu untuk menenangkan pikirannya. Tawarkan anak aktivitas fisik segera setelah sekolah. Olahraga, yoga, atau jalan kaki adalah pelepasan yang bagus yang membantu menyeimbangkan pikiran dan tubuh,” kata psikolog konseling Stacy Hayne. 

Berikan juga contoh terbaik pada anak. Jika orang tua sering marah-marah begitu masuk ke dalam rumah, kemungkinan besar anak akan mengikutinya.


sumber: https://www.genpi.co/

Bagaimana Jika After-School Restraint Collapse Terus Terjadi?

Hal pertama yang harus dilakukan adalah tidak menyalahkan anak. Coba pikirkan, apakah pernah kita sebagai orang tua pulang dari kantor dan merasa ingin berteriak marah? Pasti pernah. Jadi, tidak aneh jika anak bersikap seperti itu.

Jangan kecewa, meskipun kamu sudah berusaha keras untuk mengatasinya. Vanessa bilang, pada sebagian besar kasus, jika after-school restraint collapse masih terjadi, maka mungkin itu memang perlu terjadi.

Membicarakannya setelah anak “meledak” mungkin tidak memberikan banyak manfaat pencegahan. Namun, ini bisa menenangkan anak yang sering merasa tidak enak dengan ledakan emosinya. Jadi, penting untuk meyakinkannya bahwa hal tersebut tidak masalah.

“Tunggu sampai anak benar-benar tenang. Anda ingin anak tahu bahwa Anda mencintai mereka, apapun yang terjadi. Anda bisa bilang padanya, Ibu sayang padamu, bahkan saat kamu seperti ini. Lain kali kamu merasa ingin meledak, tarik napas dalam-dalam dan katakan padaku ada apa.',” ujar Vanessa.

Jika ingin tahu hal yang memicu after-school restraint collapse, Andrea menyarankan untuk menunggu anak bicara sendiri. Beri anak Anda petunjuk untuk mulai berbicara ketika dia sudah siap. Saat itu terjadi, Anda dapat menanyakan tentang momen-momen emosional yang intens yang mungkin terjadi pada hari itu.

Apapun yang terjadi, anak harus tetap merasa aman dan didukung oleh orang tuanya, terutama saat dia rentan. Sebagai orang tua, kita harus tetap membuat anak  mereka dipenuhi oleh cinta. ~Febria