Learning Loss, Gagap Teknologi, dan Stimulasi Belajar dari Internet

Learning Loss, Gagap Teknologi, dan Stimulasi Belajar dari Internet

 

Pandemi Covid-19 yang masuk ke Indonesia sejak tahun 2020 sampai 2022 telah menimbulkan learning loss bagi anak-anak kita.

The Glossary of Education Reform mengartikan learning loss sebagai kehilangan pengetahuan dan keterampilan khusus atau umum atau pembalikan dalam kemajuan akademik. Learning loss paling sering diakibatkan oleh kesenjangan dalam pendidikan siswa. Salah satu penyebab terjadinya learning loss adalah interrupted formal education atau pendidikan formal yang terputus.

Sekolah yang ditutup untuk mencegah penyebaran virus Corona jelas termasuk dalam interrupted formal education. Siswa dan guru mau tidak mau harus lebih banyak beraktivitas di dalam rumah, termasuk bekerja dan belajar.

Selama tidak boleh keluar rumah, sebagian siswa memilih ikut bimbingan belajar (bimbel) Sinotif di waktu luang setelah mengikuti pembelajaran dari guru sekolah. Sebagian lagi hanya menjalani rutinitas belajar online dari sekolah, yang oleh Kemdikbudristek disebut sebagai Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), tanpa ikut les tambahan.

Belajar Matematika, Kimia, dan Fisika sangat mudah dan menyenangkan di Sinotif | Foto: Sinotif

Gagap Teknologi dan Memahami Belajar Online

"Walau terkesan praktis tinggal buka laptop atau smartphone dari rumah untuk menerima pembelajaran dari guru, nyatanya di awal-awal pandemi banyak siswa dan orang tua tergagap mendapati cara belajar jarak jauh seperti itu."

Mereka yang ikut Bimbel Sinotif sudah pasti enjoy belajar live interaktif online karena sudah biasa menggunakan berbagai aplikasi belajar dan perangkat berbasis internet. Namun mereka yang belum terbiasa terbukti gagap saat melakukan study from home karena belum kenal apa itu belajar live interaktif online.

Tidak heran banyak siswa di luar sana hanya membuka grup WhatsApp, men-save video pembelajaran di gallery smartphone, lalu kembali berkutat pada gim dan memelototi medsos serta platform berbagi video.

Laptop dan komputer yang dibelikan orang tua juga akhirnya lebih sering mereka pakai untuk main dan nonton film alih-alih belajar. Akan tetapi, bisa dimaklumi kalau mereka seperti itu sebab anak-anak ini tidak tahu harus diapakan video pembelajaran yang dikirim bapak-ibu guru. Tugas-tugas sekolah juga lebih banyak dikerjakan oleh orang tua karena orang tuanya juga tidak tahu bagaimana cara mengajari materi yang sedang diajarkan di sekolah. Jadi daripada ribet, mereka saja yang mengerjakan tugas, anak tinggal tahu beres dan dapat nilai.

Inilah salah satu sebab terjadinya learning loss saat pandemi kemarin. Pembelajaran yang disampaikan guru jadi mentok karena orang tua dan siswa belum kenal dan memahami cara belajar online menggunakan smartphone, laptop, komputer, dan berbagai perangkat untuk menunjang Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).

Melek Internet dan Menghindari Learning Loss

Pandemi Covid-19 juga memaksa orang untuk berlangganan internet kabel atau fiber optik untuk menunjang anak-anak mereka belajar dari rumah. Hanya saja tidak semua rumah guru dan orang tua berlangganan internet, apalagi di kota kecil. Kebanyakan hanya menggunakan kuota data di smartphone.

Koneksi internet di smartphone di masa pandemi sering lambat karena semakin banyaknya pengguna di satu daerah yang menggunakannya untuk work from home, study from home, sekaligus mencari hiburan.

Tambahan lagi, banyak keluarga yang tinggal di luar kota besar seringkali berbagi kuota data lewat tethering smartphone selama belajar online. Mereka saling berbagi tethering karena belum ada provider yang menyediakan internet kabel di wilayahnya. Ada juga yang beralasan untuk kepraktisan dan menghemat pengeluaran. Berbagi jaringan dari satu smartphone tentu membuat koneksi jadi lambat karena dipakai lebih dari satu orang dalam satu waktu. Maka tidak heran kalau ada anak yang kesulitan memahami materi dari guru karena sinyal internetnya lambat dan terputus-putus.

Sebetulnya berbagi internet dari tethering smartphone tidak masalah sebab hampir semua operator seluler telah menambah belasan ribu base-transceiver station (BTS) berkecepatan 4G di akhir tahun 2020 untuk menunjang semua aktivitas keluarga yang berhubungan dengan internet.

Harga paket data dari operator pun sudah tidak semahal 10 tahun lalu sehingga tidak membebani keuangan keluarga. Kecepatan 4G juga sudah mumpuni digunakan tethering untuk anak belajar di Google Classroom dan ayah rapat di Zoom Meeting dalam satu waktu.

Saat anak sudah paham penggunaan Google Classroom, Gmeet, Zoom Meeting, atau berbagai aplikasi belajar online, orang tua jadi tidak ragu lagi untuk pasang internet kabel atau fiber optik. Berlangganan internet bukan pemborosan sebab sudah jadi bagian dari hidup kita sehari-hari yang punya segudang manfaat, termasuk bila anak ingin bergabung di les Bimbel Sinotif.

 

Generasi Melek Teknologi

Anak usia SD-SMA yang terbagi jadi Generasi Z dan Generasi Alpha secara alami amat mudah menguasai perangkat teknologi sebab mereka termasuk digital native bersama dengan Generasi X dan Milenial.

Digital native adalah generasi yang lahir saat terjadi pertumbuhan komputer dan perkembangan internet yang cepat. Bila Generasi Z di tahun 2023 ini berusia 14-26 tahun (kelahiran 1997-2009), maka Mark McCrindle mengategorikan Generasi Alpha sebagai mereka yang lahir tahun 2010-2024.

McCrindle adalah orang yang meneliti ciri dan karakter generasi yang muncul setelah Generasi Z Bila awalnya rentang usia Generasi Z sampai kelahiran 2014, McCrindle memotong Generasi Z sampai 2009 saja karena ciri dan karakter generasi kelahiran 2010 keatas sudah amat melekat dengan komputer dan internet melebihi Generasi Z.

Maka itulah anak-anak kita yang sekarang belajar di SD, SMP, dan SMA hanya perlu diarahkan menggunakan smartphone, laptop, komputer, dan berbagai perangkat online supaya kemampuan belajar mereka terstimulasi dan terhindar dari learning loss seperti yang terjadi saat pandemi kemarin.

Awalnya mereka mungkin belum terbiasa menggunakan internet dan perangkat teknologi baru, tapi setelah beberapa saat mereka akan terus mengeksplorasi penggunaannya sampai maksimal. McCrindle mengungkap Generasi Alpha secara neurologis amat cepat menguasai teknologi bahkan yang terbaru sekalipun.

Hal sama terjadi pada Generasi Z sebagai digital native. Bila pada awal pandemi mereka tidak tertarik dan cenderung bosan dengan cara belajar online dari sekolah, itu karena mereka tidak terbimbing menggunakan laptop dan internet sebagai fasilitas untuk memahami materi pelajaran.

Maka bila keinginan belajar anak demikian besar, penuh keingintahuan memecahkan materi eksak, dan di rumah sudah ada perangkat internet, bantu mereka bergabung ke Bimbel Matematika, Kimia, dan Fisika Sinotif.

Mereka pasti nyaman belajar live interaktif online di Sinotif sebab jadwalnya fleksibel, interaktif seperti belajar tatap muka, dan menggunakan pen tablet untuk mereka mencorat-coret berlatih berbagai rumus. Pen tablet ini digunakan pada setiap sesi belajar di Bimbingan Belajar Sinotif supaya kinestetik siswa terjaga seperti halnya menulis di kelas saat sekolah.

Belajar di Bimbel Sinotif serasa tatap muka karena interaktif dan tidak membosankan | Foto: Sinotif

Selain itu, rasanya sayang sekali bila generasi yang secara alami mudah menguasai teknologi informasi tidak dikembangkan potensinya untuk meraih apa yang dicita-citakannya. ~Yana Haudy