Senyawa Aktif Pada Paracetamol

Senyawa Aktif Pada Paracetamol

Senyawa Aktif Pada Parasetamol 

IMG_256

Parasetamol adalah obat golongan analgesik atau pereda nyeri yang bermanfaat untuk meredakan rasa nyeri ringan hingga sedang, baik akibat sakit kepala, sakit gigi, menstruasi, sakit punggung, hingga terkilir. Selain meredakan nyeri, paracetamol juga dapat menurunkan demam.

Obat ini bisa digunakan oleh semua orang, termasuk ibu hamil dan menyusui. Hanya saja penggunaan paracetamol untuk anak-anak sebaiknya tidak sembarangan dan harus memperhatikan usia anak. Berbeda dengan obat analgesik yang lain seperti aspirin dan ibuprofen, parasetamol tidak memiliki sifat antiradang. Jadi parasetamol tidak tergolong dalam obat jenis obat anti-inflamasi nonsteroid (OAINS). Dalam dosis normal, parasetamol tidak mengiritasi permukaan bagian dalam lambung atau mengganggu gumpalan darahginjal, atau duktus arteriosus pada janin

Senyawa Aktif  Pada Parasetamol

Parasetamol atau asetaminofen merupakan obat analgesik dan antipiretik yang populer dan digunakan untuk melegakan sakit kepala, sengal-sengal dan sakit ringan, serta demam.  Rumus kimia dari parasetamol yakni C8H9NO2 dengan struktur sebagai berikut.

Parasetamol dapat dibeli di apotek. Namun, beberapa parasetamol kombinasi memerlukan resep dokter. Parasetamol biasanya berbentuk:

  • Kapsul

  • Tablet larut (tablet yang dapat dilarutkan dalam air untuk diminum)

  • Suntikan pada pembuluh darah, hanya dilakukan di rumah sakit

  • Tablet atau kaplet

  • Cair, umumnya untuk anak-anak

  • Supositoria (kapsul yang dimasukkan melalui jalur belakang atau anus)

Pada beberapa produk, seperti obat pilek dan flu atau kombinasi pereda nyeri, parasetamol dapat dikombinasikan dengan berbagai bahan lain, dan dapat dijual dengan nama parasetamol atau nama jual yang terkadang mengandung bahan lain seperti caffein dan vitamin C.  

Cara Kerja Parasetamol

Enzim siklooksigenase (COX) memiliki beberapa isoform. Yang paling dikenal adalah COX-1 dan COX-2. Walaupun keduanya memiliki kesamaan karakteristik dan mengkatalisis reaksi yang sama, terdapat perbedaan efek di antara keduanya. Enzim COX-1 merupakan enzim yang diekspresikan oleh hampir semua jaringan di tubuh, termasuk platelet, dan memiliki peran dalam produksi prostaglandin yang terlibat dalam proteksi lambung, agregasi platelet, autoregulasi aliran darah renal, dan inisiasi parturisi. Sementara itu, COX-2 berperan penting dalam proses inflamasi dengan mengaktivasi sitokin inflamasi. COX-2 juga banyak diekspresikan di ginjal dan memproduksi prostasiklin yang berperan dalam homeostasis ginjal. 

Aktivasi COX-1 dan COX-2 dipengaruhi oleh kadar asam arakidonat. Ketika kadar asam arakidonat rendah, maka prostaglandin akan dibentuk dari terutama dari COX-2, sementara saat kadar asam arakidonat tinggi, prostaglandin akan dibentuk terutama dari COX-1. Kadar asam arakidonat ini juga mempengaruhi kerja parasetamol. Kadar yang rendah memiliki efek poten terhadap parasetamol dan kadar yang tinggi akan menghambat kerja paracetamol. 

Parasetamol memiliki efek analgesik dan antipiretik yang setara dengan OAINS. Sebagai analgesik, parasetamol menghambat prostaglandin dengan cara berperan sebagai substrat dalam siklus peroksidase enzim COX-1 dan COX-2 dan menghambat peroksinitrit yang merupakan aktivator enzim COX. Sebagai antipiretik, parasetamol menghambat peningkatan konsentrasi prostaglandin di sistem saraf pusat dan cairan serebrospinal yang disebabkan oleh pirogen.  Efek klinis parasetamol dapat terlihat dalam satu jam setelah pemberian. Dalam beberapa studi ditemukan bahwa paracetamol dapat menurunkan suhu sebesar 1? setelah satu jam pemberian. 

Parasetamol tidak seefektif OAINS dalam meredakan nyeri pada arthritis akut karena tidak dapat menurunkan kadar prostaglandin di cairan sinovial. Dibandingkan dengan OAINS, paracetamol memiliki efek samping ke sistem gastrointestinal yang lebih rendah. Oleh karena itu paracetamol dapat digunakan untuk mengurangi nyeri pada pasien dengan riwayat ulkus peptikum. Ulkus peptikum adalah erosi (terkikis) atau peradangan di dinding saluran pencernaan.

Efek Samping dan Kelebihan Dosis

Pada dosis yang direkomendasikan, parasetamol tidak mengiritasi lambung, memengaruhi koagulasi darah, atau memengaruhi fungsi ginjal. Namun, pada dosis besar (lebih dari 2000 mg per hari) dapat meningkatkan risiko gangguan pencernaan bagian atas. Hingga tahun 2010, parasetamol dipercaya aman untuk digunakan selama masa kehamilan. Penggunaan parasetamol di atas rentang dosis terapi dapat menyebabkan gangguan hati. Pengobatan toksisitas parasetamol dapat dilakukan dengan cara pemberian asetilsistein (N-asetil sistein) yang merupakan prekusor glutation, membantu tubuh untuk mencegah kerusakan hati lebih lanjut.

~Aas